Pages

Selasa, 01 November 2011

Sebuah pengunjuk rasa menuntut hak-hak buruh wanita mengalami keguguran karena kekerasan polisi

21 Oktober 2011
Sebuah pengunjuk rasa menuntut hak-hak buruh wanita mengalami keguguran karena kekerasan polisi


      Asian Human Rights Commission (AHRC) telah menerima informasi bahwa Iis Suparti mengalami keguguran saat mengambil bagian dalam protes mogok dan damai pada tanggal 6 Mei 2011 di depan pabrik Garment Mikro PT. Employees. Karyawan pabrik itu memprotes terhadap pelanggaran hak-hak kerja mereka.Polisi Sektor Solokan Jeruk mencoba untuk membubarkan protes damai dengan kekerasan, mengakibatkan keguguran Mrs Suparti itu.
KASUS NARASI:
     PT Micro Garment, sebuah perusahaan yang berlokasi di Solokan Jeruk, Bandung, Jawa Barat telah sering menghadapi tuduhan pelanggaran hak-hak buruh sejak didirikan pada tahun 2004.Pelanggaran yang dilaporkan mencakup pembayaran di bawah upah minimum serta pelanggaran jam kerja, tanggung jawab jaminan sosial, tunjangan dan kompensasi sebagaimana diatur dalam hukum tenaga kerja Indonesia, dan kebebasan berserikat. 
     Protes pada 6 Mei 2011 oleh 149 karyawan hanyalah terbaru dari beberapa protes dan negosiasi diupayakan oleh karyawan pabrik untuk mengamankan hak-hak mereka.Pemogokan dan protes hari yang tidak sesuai dengan hukum.13 tahun 2003 tentang tenaga kerja.Meskipun sifat hukum dan damai protes Namun, kepala polisi sektor Solokan Jeruk, Umar Said, meraih megafon dari Tri Rubiati Sanik, Ketua Eksekutif Pusat Solidaritas Perjuangan Buruh Bersama (Pusat Perjuangan Buruh Gabungan Solidariats-GSPB-, serikat pekerja), dan mengancam untuk menangkap Sanik.Sebagai tanggapan, beberapa karyawan memprotes berusaha mencegah tindakan seperti itu.Mr Berkata kemudian, menyikut iis Suparti, sementara satu komunitas bimbingan polisi (bimaspol) perwira disebut Ayi, mendorongnya, menyebabkan dia jatuh.Ibu Suparti, yang sedang hamil, dibawa ke rumah sakit terdekat, di mana ia mengalami keguguran.
     Aksi protes oleh karyawan pabrik dimulai setelah Agustus, awal 2010 ketika PT Micro Garment dan karyawan mengambil bagian dalam tiga diskusi bipartit tentang keluhan dari para pekerjanya.Akhirnya, pada 12 Agustus 2010, manajemen berjanji akan membayar upah penuh dan biaya lembur sesuai dengan undang-undang tenaga kerja, yang belum terjadi namun,Perwakilan karyawan menyerahkan kasus ini ke badan tenaga Bandung untuk mediasi.Hasil dari mediasi adalah kesepakatan bahwa perusahaan akan membayar upah sesuai dengan peraturan upah minimum mulai dari 23 Desember 2010 dan akan membayar asuransi publik yang diperlukan mulai dari Januari 2011.Namun, perusahaan menahan diri dari melakukan hal ini, dan malah mulai memutus hubungan kerja (mengakhiri) para pekerja.
     Pada tanggal 27, manajemen PT.Micro Garment menelepon polisi untuk menjaga area pabrik.Petugas polisi berseragam menjaga depan pabrik, sementara petugas berpakaian polos dijaga dalam.Menurut polisi, mereka menjaga pabrik karena keluhan perampokan yang dibuat oleh manajemen.
     Pada hari yang sama, Nanang Ibrahim, kepala serikat buruh dan seorang karyawan pabrik, didakwa dengan pemalsuan, untuk menggunakan delapan salinan surat kesaksian dari kepala lingkungan (Ketua RT) untuk membuktikan bahwa ia sakit, seperti izin untuk absen dari kerja ketika ia bekerja di pabrik.Menurut Mr Ibrahim Namun, surat yang diberikan oleh kepala daerah kosong, dan menggunakan seperti surat kosong adalah perilaku umum di pabrik.Tidak ada pemeriksaan lebih lanjut baru-baru kasus ini, tapi kemungkinan tindakan pidana terhadap Mr Ibrahim tetap.
     Pada tanggal 4 Februari 2011, pabrik menggugat Mr Ibrahim di Pengadilan Industrial Bandung, menuntut ganti rugi sebesar Rp 371.700.000 (sekitar 40,887 USD) dalam kerusakan bahan dan Rp 15,000,000.000 (sekitar 1.650.000 USD) dalam kerusakan material, dan bahwa Nanang dipecat tanpa pesangon.Berdasarkan putusan pengadilan pada bulan Agustus 2011, Mr Ibrahim dihentikan, namun PT. Micro Garment diperintahkan untuk membayar uang pesangon nya sesuai dengan hukum ketenagakerjaan. In response, PT. Sebagai tanggapan, PT.Micro Garment mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
     Selain itu, kepala desa, Jajang, menawarkan sejumlah uang kepada karyawan dan meminta mereka untuk mengundurkan diri dari perusahaan.Karena karyawan tidak melihat itikad baik dari manajemen perusahaan untuk memenuhi hak-hak mereka, mereka memutuskan untuk mogok pada tanggal 6 Mei 2011.Menurut Mr Ibrahim, semua pemogokan dan protes yang dilakukan oleh karyawan telah memenuhi semua persyaratan hukum. Namun, pada Juli 2011, menggugat pabrik 177 karyawan di pengadilan industri Bandung untuk mengambil bagian dalam serangan ilegal pada tanggal 16-17 Desember 2010, 8 Maret dan 6 Mei 2011, dan menuntut pemutusan mereka tanpa pesangon.
     Sejak 23 Mei, karyawan Micro Garment telah melakukan aksi protes damai meminta pemerintah untuk memastikan penanganan terhadap kekerasan terhadap Ny Suparti, serta untuk menjamin hak-hak kerja mereka.Namun sampai sekarang, tidak ada respon.



KOMENTAR :
Menurut saya seharusnya perusahaan perusahaan yang ada di Indonesia seharusnya harus memenuhi persyaratan dalam hal jam kerja,tanggung jawab dan besar minimalnya gaji tersebut.apabila perusahaan memang benar bersalah seharusnya dia membayar kesalahannya bukan dengan menyewa aparat polisi dan bersembunyi di balik aparat polisi tersebut,mereka seharusnya bertanggung jawab agar tidak terjadi demo.Untuk karyawan pun seharusnya yang melakukan demo adalah orang yang sehat dalam arti disini wanita hamil tidak diijinkan melakukan demo,karena akan berifat fatal pada kehamilannya tersebut.Jika perusahaan tersebut langsung bertanggungjawab mungkin tidak akan terjadi demo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar